Tradisi Kenduri Laot di Aceh

Foto : m.okezone.com
Kenduri Laot atau sering disebut dengan Adat Laot merupakan tradisi masyarakat pesisir di Provinsi Aceh. Peringatan Kenduri Laot yang dilaksanakan pada setiap tahun salah satunya berfungsi untuk memperkuat eksistensi Lembaga Hukom Adat Panglima Laot.
Seorang pemuka masyarakat yang bernama Hasan yang juga Sekretaris Panglima Laot di Seunuddon Aceh Utara mengatakan, acara kenduri itu digunakan juga sebagai sarana mensosialisasikan kembali aturan/hukum kelautan yang telah digariskan oleh Endatu (nenek moyang).

Kenduri Laot berkembang secara turun temurun pada masyarakat pesisir Aceh. Menurut sebagian masyarakat, asal muasal peringatan kenduri laot itu dilatarbelakangi dengan peristiwa karamnya kapal yang digunakan oleh seorang anak panglima yang pergi melaut pada jaman dahulu, namun anak panglima ini selamat. Seekor ikan lumba-lumba telah mendamparkannya ke pinggir pantai. Sebagai rasa syukur atas keselamatan anak panglima itu maka diadakanlah Kenduri Laot selama tujuh hari-tujuh malam. Peringatan itu kemudian berlangsung sampai sekarang. 

Kenduri Laot merupakan upacara menjelang musim timur atau ketika musim barat akan berakhir. Dahulu kenduri laot rutin dilaksanakan pada setiap desa pantai yang merupakan wilayah Panglima Laot, baik di lhok (teluk) maupun di kabupaten. Kenduri laot bagi masyarakat nelayan Aceh merupakan sebuah perwujudan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang penciptanya dan juga lingkungan sekitarnya dalam menghadapi lingkungan setempat.

Kenduri laut ini dilangsungkan dengan menggalang iuran dari para nelayan sesuai kemampuan. Mereka yang tergolong kaya, harus menyumbang lebih banyak. Besarnya sumbangan itu ditentukan melalui musyawarah yang melibatkan warga. Musyawarah itu juga menentukan jadwal pelaksanaan kenduri. 

Pertama-tama dalam upacara kenduri laot dimulai dengan tahap persiapan. Dalam tahap ini dipersiapkan antara lain berbagai persajian makanan yang diperuntukkan untuk tamu-tamu juga warga masyarakat yang mengikuti upacara. Selain itu juga dipersiapkan perlengkapan peusijuk sebagai prosesi utama pelaksanaan upacara kenduri laot dan juga perahu sebagai pengangkut sesaji yang akan dibawa ke tengah laut.

Setelah berbagai keperluan yang digunakan untuk prosesi upacara tersedia, maka tahap berikutnya yaitu pelaksanaan upacara. Dalam pelaksanaannya upacara kenduri laot memiliki perbedaan-perbedaan pada daerah yang melaksanakannya baik mengenai waktu ataupun ritual didalamnya, namun pada intinya sama. Tahap ini dimulai pada pagi hari atau setelah sembahyang Shubuh selesai dilakukan. Peserta pertama yang hadir adalah peserta tadarrus membaca ayat-ayat suci Al-Quran.
Setelah itu panglima laot memulai memandaikan kerbau yang akan disembelih, selesai dimandikan kerbau tersebut dipeusijuk(ditepung tawari) oleh panglima laot yang diikuti oleh teungku/imum dan tokoh masyarakat. Ketika panglima laot mempeusijuk (menepung tawari) kerbau, panglima laot dan peserta-peserta yang hadir secara bersama-sama membaca takbir dan shalawat Nabi. Setelah kerbau tersebut selesai dipeusijuk kemudian disembelih.

Adakalanya di daerah lain, sebelum kerbau disembelih, kerbau tersebut selama tujuh hari setiap sore sehabis shalat asar dilakukan upacara, yaitu diaraknya kerbau menyusuri bibir pantai wilayah pantai dalam suatu kemukiman. Tidak mengherankan selama tujuh hari sebelum acara kenduri laot dilaksanakan, pantai selalu penuh ramai oleh masyarakat yang menyaksikannya.

Daging kerbau yang telah selesai disembelih kemudian dimasak. Semua masakan baik daging kerbau maupun makanan lainnya tidak dibenarkan dimakan sebelum ada perintah dari panglima laot dan panitia. Setelah daging dan nasi dimasak sebagian langsung dipisahkan, untuk dinaikkan ke perahu bersama-sama dengan orang-orang yang membaca doa. Sisa dari kerbau yang tidak dimasak seperti isi perut dimasukkan kembali dalam kulit kerbau dan dijahit seperti semula. Perahu yang membawa rombongan berangkat menuju ke tengah laut dengan membawa sesaji berupa kepala kerbau dan isi perut serta tulang untuk dibuang ke tengah laut. Dalam perjalanannya ke tengah laut tersebut dikumandangkan pula azan. Setelah kira-kira sampai ditengah laut kemudian kapal yang membawa sesaji tersebut berhenti dan menurunkan sesaji yang dibawa tersebut dan dilanjutkan dengan membaca doa dari ayat-ayat Al-Quran seperti surat Yasin, Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, serta doa-doa selamat dan doa syukur. 

Sekembalinya dari laut, diadakan acara makan bersama dengan para undangan, anak-anak yatim serta fakir miskin. Selesai makan, panglima laot memberi petunjuk-petunjuk berkenaan dengan pantangan-pantangan melaut. Pantangan turun melaut ini diterima oleh masyarakat nelayan sebagai suatu hukum adat yang mengatur tingkah laku dalam melaut. Pantangan tersebut seperti dilarang turun sehari penuh pada hari kenduri berlangsung, juga disebutkan pula hari yang tidak dibenarkan untuk melaut yaitu pada hari jumat sejak terbit matahari hingga selesainya shalat Jumat, bila nelayan berangkat ke laut pada malam Jumat harus kembali ke darat sebelum pukul 08.00 pagi, pada hari raya Idul Fitri selama satu hari penuh, Idul Adha dilarang melaut selama tiga hari terhitung hari pertama sampai hari ketiga, dilarang juga untuk pergi ke laut bagi nelayan yang sedang mengalami kemalangan/musibah kematian pada masyarakat nelayan hingga selesai penguburan. 

Setelah panglima laot selesai memberikan nasehat-nasehatnya, adakala dari tetua atau ulama dan pejabat pemerintah juga turut memberi sambutan yang intinya adalah petuah-petuah menyangkut kehidupan bermasyarakat, dan doa kepada Allah agar kehidupan nelayan diberkati. Setelah panglima laot dan juga pejabat-pejabat pemerintah selesai memberikan nasehat-nasehatnya selesai pula acara kenduri laot.

Sumber : laser-aceh.blogspot.com