Hubungan Erat Ranuep (Sirih) Dan Tanah Rencong


Ranuep di aceh memiliki pengertian yang berbeda di mata masyarakat Aceh, masyarakat Aceh mendeskripsikan ranuep itu sebagai satu paket daun sirih yang sudah lengkap dengan pinang, kapur,dan gambir. Ranuep merupakan jamuan untuk para tamu yang datang kerumah.

Agar daun sirih tetap tersedia dirumah masyarakat Aceh menanam tumbuhan sirih ini di perkarangan rumah. Biasanya di halaman rumah juga terdapat pohon pinang, ini karena buah pinang merupakan salah satu susunan komposisi dari ranuep tersebut. 

Ranuep biasanya disajikan pada suatu wadah yang di sebut ceurana/bathee/puan.

Ranuep memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan orang Aceh. Tarian ranuep lam puan merupakan bagian dari bukti peranan penting tersebut, tari ranuep lam puan merupakan tarian penyambutan tamu terhormat yang di sambut dengan gerakan yang dinamis dan artistik sembari menyuguhkan ranuep sebagai rasa dan tanda  hormat. T

arian ranuep lampuan merupakan pencitraan dan peluapan emosional seni dari seniman Aceh dahulu, serta hal lain yang berbau adat di Aceh selalu menghadirkan daun sirih sebagai pelengkap dalam suatu prosesi acara adat.

Jika diperhatikan secara seksama, ranuep bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki manfaat secara fisik atau medical semata. Ranuep bagi masyarakat Aceh tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki manfaat secara fisik semata. Namun di balik itu ada berbagai penafsiran poli-interpretasi, karena di dalam memahaminya ranuep menjadi simbol yang multi rupa.

Ranuep dapat ditafsirkan secara culture dan sosial masyarakat. Secara culture ranuep memainkan peranan penting pada masa emas kerajaan Aceh serta di berbagai upacara adat dimasa tersebut. Hingga sekarang peranan penting ranuep masih hidup dilingkungan masyarakat Aceh dan boleh dibilang ini sudah merupakan sistem daur hidup (life cycle) masyarakat Aceh. Ini bisa dilihat langsung sebagai bukti pada acara-acara resmi seperti pada prosesi upacara perkawinan dalam masyarakat Aceh yang juga mempergunakan ranuep dalam rangkaian upacaranya. Setelah seulangke mendapat kabar dari ayah si gadis, lalu menyampaikan kabar suka cita kepada keluarga pemuda, ditentukan waktu atau hari apa mengantar ranuep kong haba, artinya ranuep penguat kata atau perjanjian kawin (bertunangan).
Kemudian keluarga si pemuda mengumpulkan orang-orang patut dalam kampung kemudian memberi tahu maksud bahwa di mintakan kepada orang-orang yang patut tersebut untuk pergi ke rumah ayah si gadis untuk meminang si gadis dan bila dikabulkan terus diserahkan ranuep kong haba atau tanda pertunangan dengan menentukan sekaligus berapa mas kawin nya (jiname/jeulamee). Dan bahkan pada saat pemberitahuan bahwa akan adanya resepsi pernikahan ranuep ini akan diantarkan kerumah-rumah sembari memberitahukan bahwa akan ada pesta pernikahan. 

Jika ditelaah lebih dalam kita akan tahu bahwa adat dan ranuep merupakan pasangan yang sangat serasi dan tidak akan mungkin terpisahkan lagi.Sedangkan secara sosial masyarakat Aceh, ranuep merupakan salah satu media lain untuk penghormatan kepada tamu. Sekaligus untuk menjalin keakraban dan perasaan solidaritas kelompok, maupun sebagai media untuk meredam/menyelesaikan konflik serta menjaga harmoni sosial. Hal ini ter gambar ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, upacara peusijuek, meu-uroh, dan upacara lainnya ranuep hadir ditengah-tengahnya. Ini terjadi karena seluruh segi kehidupan masyarakat Aceh telah dipengaruhi oleh ajaran Islam yang dibakukan dalam adat dan istiadat.
Dari ranuep ini dapat di petik beberapa pelajaran yang disimpan oleh para endatu kita, diantaranya bagaimana hidup dengan rasa sosial yang tinggi, menjaga keakraban serta menjalin tali persaudaraan.

“Orang Aceh di waktu dulu malu jika tidak menghidangkan ranuep kepada tamu yang datang ke rumahnya. Siapapun tamu itu, dari golongan dan strata apapun, disuguhi ranuep sebelum atau sesudah dijamu makan. Di masa lampau, ranuep populer mulai dari raja hingga rakyat jelata”. (habibi lageuen / gampongaceh.org)