Sepenggal Cerita Masjid Baiturrahim Ulee Lheue

BANYAK hal yang bisa Anda lakukan untuk mengisi hari libur di akhir pekan. Misalnya dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di dalam kota. Salah satunya berwisata religi dengan mendatangi masjid-masjid yang memiliki nilai sejarah.

Berwisata seperti ini selain menambah pengetahuan juga bisa meningkatkan keimanan kepada Sang Pencipta. Dan tentunya bisa membuat jiwa lebih tenang dan damai.

Di Banda Aceh salah satu masjid yang bisa Anda kunjungi adalah Masjid Baiturrahim Ulee Lheu. Masjid ini terletak di kawasan objek wisata Pantai Cermin Ulee Lheue. Bila magrib menjelang, masjid ini selalu penuh oleh para wisatawan muslim yang ingin menunaikan salat magrib. Tak hanya wisatawan lokal tapi juga wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia.

Masjid bersejarah ini peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Masa itu masjid tersebut bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu. Pada 1873 ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jamaah masjid terpaksa melakukan salat Jumat di Ulee Lheue. Dan sejak saat itu namanya menjadi Masjid Baiturrahim.

Sejak berdirinya hingga sekarang masjid ini sudah mengalami beberapa kali renovasi. Awalnya masjid dibangun dengan rekonstruksi seutuhnya terbuat dari kayu, dengan bentuk sederhana dan letaknya berada di samping lokasi masjid yang sekarang.

Karena terbuat dari kayu, bangunan masjid tidak bertahan lama karena lapuk sehingga harus dirobohkan. Pada 1922 masjid dibangun dengan material permanen oleh Pemerintah Hindia Belanda, tentunya dengan gaya arsitektur Eropa.

Namun masjid ini tidak menggunakan material besi atau tulang penyangga melainkan hanya susunan batu bata dan semen saja.

Tahun 1983 berdasarkan catatan sejarah, Banda Aceh pernah diguncang gempa dahsyat dan meruntuhkan kubah masjid. Setelah itu masyarakat membangun kembali masjid namun tidak lagi memasang kubah, hanya atap biasa.

Sepuluh tahun kemudian, dilakukanlah renovasi besar-besaran terhadap bangunan masjid, hanya dengan menyisakan bangunan asli di bagian depan pascagempa 1983. Selebihnya 60 persen merupakan bangunan baru. Sampai sekarang bangunan asli masjid masih terlihat kokoh di bagian depannya.

Namun siapa sangka jika masjid ini harus mengulang kejadian tahun 1983 pada akhir Desember 2004 lalu. Terjangan tsunami yang begitu dahsyat meratakan seluruh bangunan di sekitar masjid.

Satu-satunya bangunan yang tersisa adalah Masjid Baiturrahim ini. Kondisi masjid yang terbuat dari batu bata tersebut hanya rusak sekitar dua puluh persen saja tak heran jika masjid ini menjadi simbol kebesaran Yang Maha Kuasa, dan masyarakat Aceh sangat mengaguminya.

Imam Masjid Baiturrahim, Teungku Bukhari, usai salat Jumat siang tadi kepada the Atjeh Post mengatakan bahwa setelah direnovasi pada 1984 masjid bisa menampung sekitar 400 jamaah. Sekarang kapasitas masjid ini bisa menampung 1.500 jamaah.

“Semoga ke depannya semakin banyak jamaah yang meramaikan masjid ini. Kalau sekarang jamaahnya paling banyak bisa sekitar 400 orang, atau minimal sekitar 60 orang,” kata Teungku Bukhari, Jumat 18 Mei 2012.

Sedangkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh, Reza Fahlevi yang ikut melaksanakan ibadah salat Jumat di masjid tersebut, mengatakan bahwa Masjid Baiturrahim termasuk salah satu masjid yang sering dikunjungi pada tamu dan turis.

“Kita ingin memberikan dukungan untuk salah satu objek yang mendukung wisata islami di Aceh. Di sini orang juga bisa melihat sisa-sisa tsunami,” kata Reza kepada The Atjeh Post.

Selain itu, kata Reza, Pemerintah Kota dan pengurus masjid akan mencoba menambah fasilitas ataupun pendukung bagi pengunjung seperti menyediakan papan informasi dan sebagainya.

Dari Pemerintah Provinsi juga ada rencana membuat galeri foto tentang sejarah masjid ini, mulai dari sejarah dulu hingga tsunami. “Hal itu akan coba kita akomodir tahun depan, sehingga orang yang beribadah di sini bisa mendapatkan informasi terkait sejarah masjid dan tahun tentang lokasi wisata Ulee Lheu,”

Masjid Ulee Lheue patut disebut penyaksi sejarah Aceh. Dua babak bencana dan penjajahan cukup menjadikan masjid ini tempat menapaki jejak masa silam. [Sumber]