Foto : antarafoto.com |
Setiap daerah memiliki kearifan lokal dalam kehidupannya. Begitu juga dengan Aceh, peusijuek atau tepung tawar salah satunya.
Oleh Iskandar Norman
Peusijuek (tepung tawar) merupakan sebuah kearifan masyarakat Aceh dalam menyelesaikan suatu sengketa dan memulai sesuatu yang baru, serta berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan dan tata cara hidup bermasyarakat. Agama kemudian melengkapinya.
Beragam jenis peusijuek dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam berbagai hal. Jauh-jauh hari tentang peusijuek telah ditulis banyak orang, tak terkecuali penulis asan Belanda Cristian Snouck Hurgronje dalam buku Aceh di Mata Kolonial. Berikut ini beberapa diantaranya:
Peusijuek Meulangga
Peusijuek meulangga (melanggar) dilakukan untuk mendamaikan perselisihan/pertengkaran antar warga yang mengakibatkan keluarnya darah. Peusijuk ini biasanya dilakukan di Meunasah dipimpin oleh Geuchik (kepala desa) yang bertindak sebagai wakil dari kedua belah pihak yang bertikai. Ia juga menjadi hakim yang mendamaikan perselisihan tersebut secara adat.
Bagi pihak yang melakukan pelanggaran—seperti perkelahian misalnya—hingga menimbulkan keluarnya dara pihak lain, maka dia diharuskan memberi sejumlah uang kepada pihak yang darahnya keluar. Pemberian uang tersebut disebut sayam. Jumlah uang yang diberikan tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Zaman dahulu sebagaimana disebut Snouck Hurgronje, peusijuek meulangga diawali dengan denda adat meulangga untuk menghilangkan luka atau hinaan dan dendam pihak yang darahnya keluar. Biasanya pihak yang darahnya keluar akan datang bergerombolan ke kampung pihak yang menyebabkan keluar darah untuk memberikan denda adat.
Kelompok tersebut datang menjumpai Geuchik untuk memberitahukan maksud kedatangan mereka. Geuchik menerima tamu yang tak diundang tersebut dan mempermaklumkan apa yang akan dikerjakaan oleh mereka sebagai denda adat terhadap warganya yang telah melakukan pelanggaran.
Setelah melapor kepada geuchik, kelompok tersebut akan mendatangi rumah sipelanggar, mereka menyorakinya agar keluar dari rumah. Lalu Geuchik desa tersebut akan berdialog dengan kelompok itu untuk menenangkannya. Sebagai simbolis perdamaian, Geuchik akan memotong dua batang pisang raja dan menyerahkan kepada kelompok tersebut. Setelah menerima pohong pisang raja tersebut, kelompok tersebut akan memotong pohon di pagar rumah si pelanggar, sebagai simbol perusakan. Biasanya zaman dahulu warga menanam pohon kedondong di pagar rumah mereka.
Setelah pohon kedondong itu di potong, kelompok yang datang tersebut akan membangun sebuah miniatur rumah di halaman rumah si pelanggar. Rumah miniatur tersebut kemudian dibakar sebagai simbol bahwa mereka telah melampiaskan dendam dengan cara membakar rumah si pelanggar. Pembakaran itu disaksikan oleh Geuchik dan masyarakat desa setempat. Setelah itu, mereka akan minta izin kepada Geuchik untuk kembali ke kampungnya. Pada kesempatan itu antara Geuchik dan kelompok yang dilanggar menentukan kapan acara peusijuek terhadap pihaknya dilakukan sebagai langkah perdamaian secara adat.
Pada waktu peusijuk, kedua pihak yakni yang melanggara dan yang dilanggar didadirkan ke Meunasah untuk didamaikan dengan cara ditepung tawar. Peusijuk itu dilakukan di kampung pihak yang dirugikan—yang darahnya keluar—Pihak yang menyebabkan darah keluar akan membawa hidangan bulukat kuneng (nasi ketan kuning) beserta tumpoe untuk melakukan peusijuek. Pada saat peusijuk terhadap korban (yang darahnya keluar) dilakukan, pihak pelanggar akan menyerahkan sepotong kain putih sebagai simbol mengharap pertentangan itu dilupakan (hati kembali putih bersih dari dendam).
Bersama diserahkannya kain putih tersebut, diberikan pula sayam, sebagai uang tembusan kesalahan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Sayam hanya diberikan pada kasus-kasus bersar yang melukai korban atau menyebabkan korban harus menjalani perawan. Sayam juga dimaksudkan sebagai uang pengganti perawatan korban. Setelah peusijuek dilakukan, maka tak ada lagi permusuhan antar kedua pihak. Peusijuek meulangga ini sering juga disebut peusijuek ro darah gob, yang bermakna tepung tawar tumpahnya darah orang lain.
Peusijuek Pade Bijeh
Peusijuek Pade bijeh (benih padi) dilakukan oleh petani terhadap padi yang akan dijadikan bibit. Perusijuk ini dilakukan secara personal oleh petani di rumahnya ketika pati yang akan dijadikan bibit direndam. Setelah direndam selama satu malam, bibit tersebut akan dimasukkan kedalam karung dan diletakkan di tempat dingin.
Dua sampai tiga malam kemudian bibit basah tersebut akan menjadi kecambah. Kecambah itu kemudian diuraikan hingga terlepas. Saat itulah peusijuek dilakukan, tujuannya menharapkan agar bibit tersebut diberkahi Allah SWT dan bisa tumbuh menjadi padi yang subur.
Setelah prosesi peusijuek dilakukan dengan memercikkan air yang meggunakan ikatan akar berbagai jenis tanaman, bibit tersebut baru dibawa ke sawah untuk ditabur di neuduk, yakni petak khusus di sawah yang dibuat untuk tabu pade bijeh (menyemai benih)
Peusijuk Peudong Rumoh
Peusijuek peudong rumoh dilakukan ketika seseorang hendak membangun rumah sebagai tempat tinggal. Sebelum tiang-tiang rumah didirikan, maka siempunya hajatan akan membuat nasi ketan (bulukat) untuk peusijek rangka rumah yang akan didirikan.
Peusijuek dilakukan oleh Tgk Imum Gampong dengan membaca doa-doa agar rumah yang akan didirikan diberkati oleh Allah SWT sebagai tempat tinggal yang akan memberikan ketentraman. Setelah membaca doa, Tgk Imum akan melakukan sipreuk breuh pade (menabur beras dan padi) sebagai simbul kesejahteraan, kemudian memercikkan air dengan akar-akaran berbagai tumbuhan rerumputan.
Setelah itu Tgk Imum akan mengambil secuil ketan, sambil berdoa ia meniup ketan tersebut untuk kemudian disangkutkan di tiang utama rumah yang akan dibangun. Kemudian ketan yang dibuat oleh pemilik rumah dibagikan kepada para tetangga untuk disantap. Selanjutnya baru tukang yang membuat rumah bekerja sampai rumah itu selesai dibangun.
Peusijuek juga dilakukan setelah rumah selesai dibangun, yakni ketika si pemilik rumah ingin masuk mendiami rumah tersebut. Upacara peusijuk ini juga dilakukan hampir sama dengan pesijuek pada saat pembangunan rumah dilakukan. Bedanya bila pada saat pembangunan rumah nasi ketan dan akar-akaran (seunijuek) disangkutkan di tiang utama, pada peusijuek rumoh baro disanglutkan di atas ventalasi pintu utama rumah.
Peusijuek Keureubeun dan Kenderaan
Peusijuek keureubeun (kurban) dilakukan biasanya pada hari raya Idul Adha, saat masyarakat muslim mengurbankan ternaknya sebagaimana diperintahkan agama. Sebelum ternak disembelih untuk dikurbankan, maka dilakukan prosesi peusijuek mengharap keridhaan Allah SWT agar kurbannya diterima, dan bisa menjadi kenderaan baginya di hari akhirat kelak.
Sementara peusijuek kenderaan dilakukan oleh orang yang baru membeli kenderaan baru sebelum kenderaan tersebut digunakan. Peusijuek ini dilakukan untuk meminta keberkatan dari Allah SWT agar pengguna kenderaan tersebut terhindar dari kecelakaan. Prosesi peusijuek juga sama dengan peusijuek-peusijuek lainnya.
Peusijuek Khitanan dan Orang Sakit
Peusijuek khitanan dilakukan terhadap anak yang akan dikhitan. Tujuannya mengharap dari Allah SWT agar proses khitanan bagi si anak berjalan lancar dan si anak cepat sembuh setelah dikhitan. Pada peusijuek ini, biasanya saudara-saudara si anak akan datang memberi semangat, kepadanya juga akan diberikan sejumlah uang dari oraang-orang yang datang menjenguknya pada saat peusijuek. Tujuannya agar si anak merasa bahagia dan tidak takut ketika dikhitan.
Begitu juga dengan peusijuek orang yang baru sembuh dari sakit, atau baru pulih dari kecelakaan dilakukan untuk mengembalikan semangat (puwoe roh) si sakit yang baru sembuh. Biasanya dilakukan terhadap orang-orang yang baru sembuh dari penyakit kronis atau kecelakaan berat.
Peusijuek ini dilakukan berulang-ulang secara bergiliran oleh sanak saudara si sakit yang baru sembuh. Umpamanya, peusijuek kalimpertama dilakukan oleh keluarga pihak perempuan, esoknya dilakukan oleh keluarga pihak pria, dan hari hari seterusnya oleh pihak keluarga lainnya. Orang yang datang pada peusijuek ini juga membawakan uang sebagai sedekah bagi orang yang dipeusijuek.
Peusijuek Orang Naik Haji
Peusijuk orang naik haji ada yang dilakukan oleh saudara atau masyarakat kampung bila ada warga kampungnya yang akan naik haji. Tujuannya mendoakan agar orang yang akan naik haji tersebut bisa melaksanakan ibadah haji dengan sempurna. Prosesi acara peusijuek juga sama dengan peusijuek-peusijuek lainnya.
Beragam prosesi peusijuk ini masih dilakukan oleh masyarakat Aceh hingga sekarang, dengan tujuan mengharap keberkatan dari apa yang dipeusijuk. Sebuah kearifan yang patut untuk dipertahankan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang. [Sumber]