Aceh merupakan salah satu daerah di Nusantara yang memiliki khazanah intelektual muslim yang patut diperhitungkan.
Abad ke 17 merupakan puncak zaman keemasannya. Hal ini dibuktikan dengan tampilnya ulama-ulama besar, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin Al Raniri, dan Abdur-Rauf Singkel.
Kemajuan yang dialami tersebut ternyata tidak selamanya abadi, karena lambat laun daerah yang juga dijuluki dengan sebutan Serambi Mekkah ini tidak pernah “sepi” dari polemik bahkan konflik yang berkepanjangan, bahkan kondisi tersebut masih terjadi hingga hari ini.
Walaupun demikian, daerah ini masih menyisakan ulama-ulama yang memiliki komitmen yang tinggi dalam mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan kepada masyarakat.
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan salah seorang tokoh ulama abad ke-20, yaitu Tgk. Abdullah Lam U yang lebih popular dengan gelar Abu Lam U. Ulama ini memiliki keahlian di bidang seni syair dalam “membumikan” nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat, seperti yang akan diuraikan selanjutnya.
Biografi Singkat Abu Lam U
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Umar bin Auf Lam U, selanjutnya disebut Abu Lam U. Dilahirkan di Lam U Aceh Besar pada penghujung abad ke-19, yaitu tahun 1888 M (1305 H).
Pada masa kelahirannya, kerajaan Aceh baru beberapa tahun memulai perang melawan aggressor Belanda. Jadi, dalam kondisi demikianlah ulama ini tumbuh dan berkembang serta dibina oleh ayahnya sehingga menjadi ulama yang memiliki nama yang cukup popouler, khususnya di bidang keagamaan.
Abu Lam U adalah putra Tgk. Chik Umar Lam U, ulama asli Aceh –bukan pendatang– yang memiliki keahlian dalam ilmu Fiqh dan hafidz al Qur`an. Ayah Abu Lam U memiliki 3 orang isteri; seorang berasal dari Yan (Malaysia).
Melalui isterinya ini lahir 2 ulama besar, yaitu: Tgk. Ahmad Hasballah Indrapuri yang populer dengan nama Abu Indrapuri (lahir pada 1888 M/1305H), dan Tgk. Muhammad Dahlan atau Tgk. Madhan, yang bergelar Tgk. Chik di Yan (lahir pada tahun 1891 M/1308H). Isterinya yang kedua bernama Nyak sunteng berasal dari Lam U.
Abu Lam U memulai pendidikan dasar dari ayahnya, Tgk. Umar (Tgk. Umar Di Yan). Materi dasar yang dipelajarinya adalah Al Qur`an, menulis Arab, tauhid, dan ibadah. Setelah mendapat pendidikan dasar dari ayahnya, Abu Lam U melanjutkan pendidikanya pada dayah Piyeung, sebuah desa dalam kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar, yang berjarak 8 km dari kampungnya.
Gurunya di dayah ini bernama Abdullah bin Al Faqih yang juga ulama ternama. Melalui guru ini Abu Lam U mendalami materi tauhid, fiqh, sejarah Islam, Nahwu, Sharaf, dan lain-lain.
Faktor integritas intelektual yang baik yang dimiliki Abu Lam U menyebabkan gurunya tertarik kepadanya. Selain dijadikan menantu, ia juga sering dibawa pergi oleh Abdullah bin al Faqih ke daerah lain, dan di sanalah ia bertemu dengan tokoh-tokoh kenamaan dan berkenalan dengan para thalib (pelajar) lainnya.
Ulama dari Lam U ini juga pernah menimba ilmu di negeri jiran, Malaysia, tepatnya di kampung Yan. Di sana ia belajar pada seorang ulama yang dikenal dengan nama Teungku Chik di Bale.
Putera Tgk. Umar ini pernah juga melakukan pengembaraan intelektualnya hingga ke Makkah bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada tahun 1924. Ia menetap di sana selama 6 bulan dan menimba ilmu dari guru-guru besar yang mengajar di Masjidil Haram.
Di negeri kelahiran nabi inilah Abu Lam U memperoleh informasi modernisasi pendidikan, sehingga Abu Lam U termasuk salah seorang dari ulama PUSA yang turut melakukan modernisasi pendidikan di Aceh sebelum kemerdekaan Indonesia.
Berkat ketekunan dan kegigihan dalam menimba ilmu, akhirnya Abu Lam U merupakan bagian dari ulama Aceh yang memiliki kapasitas ilmu keagamaan yang dalam, khususnya di bidang ilmu kebahasaan, tauhid, fiqh, dan sejarah. Hal ini tercermin dari kedudukan dan pengaruhnya dalam masyarakat serta karya yang pernah ditulisnya.
Kedudukan dan Pengaruhnya dalam Masyarakatat
Abu Lam U tidak merasa sulit dalam mengabdikan ilmunya kepada masyarakat karena ayahnya, Tgk. Umar, memiliki lembaga pendidikan dayah, tempat dirinya menimba ilmu dasar pada masa kecil. Sepeninggal ayahnya, Abu Lam U melanjutkan kepemimpinan pada dayah tersebut. Jadi, tugas utama Abu Lam U adalah mengelola dayah tersebut.
Di samping itu, putra Abu Umar ini juga turut aktif mengajar masyarakat di sekitar kampung tersebut. Pembinaan nilai-nilai agama yang diberikan kepada mereka dikenal dengan meusifeut. Kegiatan ini biasanya dipentaskan bersama-sama secara sinkron hingga merupakan suatu kegiatan seni tari, karena ada gerakan kepala dan badan.
Demikian pula suara yang ditimbulkan olh para pesertanya yang melahirkan sebuah kepaduan. Karena ada rasa seni dan rangsangan dalam kegiatan ini, maka sari pelajaran yang diajarkan akan lebih mudah dipahami dan diterima oleh pelakunya sendiri bahkan juga orang yang turut menyaksikannya. Melalui meusifeut, masyarakat memperoleh ilmu pokok agama tentang tauhid dan aqidah, fiqh, akhlak/tasawuf, sejarah, dan lain-lain.
Abu Lam U juga pernah memangku jabatan qadhi pada masa Panglima Polem Muhammad Daud Syah. Ia juga memiliki andil besar dalam organisasi PUSA, oleh karenanya, dia merupakan bagian dari anak bangsa Aceh yang telah mereform sistem di Aceh. Putra Abu Umar ini juga merupakan bagian dari anggota Syarikat Islam (SI), organisasi politik yang turut membidani kemerdekaan Indonesia di Aceh.
Dari uraian di atas tampak dengan jelas bahwa Abu Lam U merupakan seorang tokoh Ulama Aceh pada masanya. Karena ketokohannya, putra Abu Umar ini termasuk salah seorang ulama yang diperhitungkan, sehingga sering sekali diundang dalam pertemuan-pertemuan besar yang dilakukan oleh Pemerintah, seperti undangan untuk menghadiri peletakan batu pertama berdirinya Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam (Kopelma Darussalam) yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1959.
Setelah sekian lama Abu Lam U mendermakan ilmunya kepada masyarakat luas, akhirnya pada tanggal 4 Juni 1967 berpulang ke rahmatullah dalam usia 79 tahun. Semoga amal baiknya diteladani oleh anak bangsa yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam dan mendapat ridha dari Allah SWT.
Sekilas Tentang Karyanya
Abu Lam U merupakan salah seorang tokoh intelektual muslim Aceh abad XX. Ia juga merupakan ulama yang aktif dan produktif. Aktif berarti mau menulis dan hal ini terbukti dengan adanya 3 risalah yang ditinggalkannya, yaitu: Munjiatul Anam (Penyelamat Manusia), Mursyidul Anam (Penuntun Manusia), dan Sejarah Nabi Muhammad.
Produktif dalam arti bahwa karyanya, terutama Munjiatul Anam, banyak digunakan oleh masyarakat Aceh, terutama di desa-desa di kawasan Aceh Besar, hingga saat ini.
Tgk. Abdullah Lam U yang lebih popular merupakan salah seorang ulama Aceh yang telah berupaya maksimal mendidik anak bangsa di Aceh, khususnya di Aceh Besar, agar mengetahui berbagai ajaran agama yang dibawa oleh Rasul.
Cara putra Tgk. Umar ini mengajarkan ilmu agama dengan menggunakan pendekatan syair tampak menjadi strategi yang jitu, khususnya penyampaian bagi masyarakat awam, karena cara tersebut tidak terkesan memaksa dan tidak pula membuat masyarakat jenuh.
Dewasa ini cara tersebut semakin “membumi” di Aceh, khususnya dalam kegiatan dala’il khairat seiring dengan implementasi syariat Islam di Aceh. Oleh karena itu, Abu Lam U dapat dikategorikan sebagai ulama pendidik melalui syair.
Sumber : SeputarAceh.com