Kasab atau kerajaninan benang emas dikenal secara luas sebagai sulaman khas tradisional dari Aceh yang dibuat diatas kain beludru. Ukiran Kasab terdiri dari banyak motif yang pada umumnya berbentuk flora yang disulam dengan rapi bahkan dihiasi dengan manik-manik berwarna emas. Bagi masyarakat tradisional aceh penggunaan kasab sama halnya dengan penggunaan rencong, jenis kasab bisa mewakili derajat atau menjadi parameter status sosial, misalnya bagi raja dan rakyat umum bentuk dan coraknya akan sedikit berbeda dari segi warna dan unsurnya. tapi sekarang perbedaan itu sudah tidak terlalu dipermasalahkan dan bahkan disetarakan.
Dilihat dari pemakaiannya, kasab merupakan bagian dari perangkat adat masyarakat aceh yang berfungsi sebagai dekorasi. Meskipun sebagai dekorasi, kasab sebenarnya mengandung nilai/makna sendiri sehingga tidak sekedar mengandung nilai estetika semata. Misalnya pada ayakan yang biasa dipasang pada dinding utama akan dihiasi dengan kipas berjumlah 17 buah, angka 17 tersebut merupakan jumlah sujud dalam shalat selama sehari semalam sebagai perwujudan dari falsafah hidup masyarakat aceh yang tidak terlepas dari ajaran syariat, “adat dikandong hayat, syariat dikandong badan”. Begitulah aceh, setiap aktivitas kebudayaan masyarakat selalu menjunjung tinggi nilai religiusitas
Begitu juga halnya dengan ukiran-ukiran pada kasab yang penuh dengan corak dan motif flora. Pemilihan motif flora ini sendiri mengandung makna keagamaan yang kuat yakni terkandung nilai-nilai ajaran syariat Islam sehingga adanya sebuah pemahaman bahwa adanya pelarangan untuk menggambarkan bentuk makhluk hidup seperti hewan atau manusia. Di sisi lain Leigh (1987) dalam bukunya Hands Of Time: The Crafts Of Aceh menjelaskan kekayaan motif flora yang terdapat pada hasil-hasil karya seni di Aceh mempunyai makna dalam kerangka konseptual Islam yang mengaitkan taman dan alam tumbuh-tumbuhan dengan taman firdaus.
Dilihat dari pemakaiannya, kasab merupakan bagian dari perangkat adat masyarakat aceh yang berfungsi sebagai dekorasi. Meskipun sebagai dekorasi, kasab sebenarnya mengandung nilai/makna sendiri sehingga tidak sekedar mengandung nilai estetika semata. Misalnya pada ayakan yang biasa dipasang pada dinding utama akan dihiasi dengan kipas berjumlah 17 buah, angka 17 tersebut merupakan jumlah sujud dalam shalat selama sehari semalam sebagai perwujudan dari falsafah hidup masyarakat aceh yang tidak terlepas dari ajaran syariat, “adat dikandong hayat, syariat dikandong badan”. Begitulah aceh, setiap aktivitas kebudayaan masyarakat selalu menjunjung tinggi nilai religiusitas
Begitu juga halnya dengan ukiran-ukiran pada kasab yang penuh dengan corak dan motif flora. Pemilihan motif flora ini sendiri mengandung makna keagamaan yang kuat yakni terkandung nilai-nilai ajaran syariat Islam sehingga adanya sebuah pemahaman bahwa adanya pelarangan untuk menggambarkan bentuk makhluk hidup seperti hewan atau manusia. Di sisi lain Leigh (1987) dalam bukunya Hands Of Time: The Crafts Of Aceh menjelaskan kekayaan motif flora yang terdapat pada hasil-hasil karya seni di Aceh mempunyai makna dalam kerangka konseptual Islam yang mengaitkan taman dan alam tumbuh-tumbuhan dengan taman firdaus.
Warna yang terkandung pada kasab terdiri dari 4 warna khusus, seperti pada tiree atau tirai misalnya membentang beludu polos secara vertikal antara warna kuning, merah, hujau dan hitam. Ke empat warna tersebut mewakili status sosial masyarakat tradisional aceh mulai dari kuning melambangkan raja, merah sebagai hulubalang atau panglima, hijau sebagai ulama sementara hitam sebagai rakyat jelata, setidaknya begitulah kata zuriati salahsatu pelaku pengrajin kasab di kabupaten aceh selatan.
Berdasarkan fungsinya kasab terdiri dari beberapa bagian, yaitu pelaminan, pinto geurubang, bhi, Ayu-ayu, Seuradi, Dalansi, Tilam Duek, Mereuecu, tiang pelaminan, tirai, aneuk tirai, langet-langet, Mata langet, Mata Kasur, dan kipas. Setiap bagian kasab mengandung corak yang berbeda-beda. Proses pembuatan satu bagian kasab biasanya menghabiskan waktu berbulan-bulan karena perlu ketelitian dan konsentrasi serta kesabaran untuk menghasilkan sulaman kasab yang sempurna.
Dewasa ini kasab tidak hanya menggunakan benang berwarna emas tetapi ada yang menggunakan warna perak. Penggunaan benang berwarna perak biasanya mempengaruhi harga sulaman dan tentunya warna perak lebih murah. Penggunaan kasab saat ini umumnya digunakan pada acara-acara yang bersifat khusus seperti pernikahan, sunatan rasul, aqiqah dan seremonial lainnya yang mengandung nilai adat. Namun sulaman kasab sendiri sekarang ini tidak terbatas kepada perangkat dekorasi pesta namun sulaman benang emas khas aceh ini sudah merambah pada souvenir dan hiasan lainnya yang dijual sebagai cenderamata khas aceh.