Langee, hanya segelintir orang yang pernah mendengar nama secret beach ini. Ejaannya masih sangat asing dibanyak pendengaran orang. Padahal tempat itu merupakan kawasan pantai yang eksotis. Dari bibir pantai ini, kita dapat tembus memandang ke pantai Lhoknga.
Decak kagum pasti terpancarkan saat kita berada di kawasan itu. Keindahan pantai itu bak lukisan alam yang terhampar luas dihiasai pasir putih dan pepohonan yang rindang. Gunung yang berada di kawasan itu pun dihimpit bukit Cot Goh dan Glee Leumo, memancarkan keindahan tersendiri.
Untuk menuju kesana memang tidak mudah. Butuh perjuangan menempuh perjalan sampai 1 jam lebih dengan berjalan kaki. Mendaki, turun gunung dengan terjal mencapai 70 derajat, menambah tantangan yang memiliki jiwa petualang.
Setelah melewati perkebunan penduduk melalui jalur setapak. Kebun warga yang penuhi batang duren. Demikian juga ada banyak tanaman lain tumbuh dalam kebun warga tersebut, tentunya tidak tumbuh sendiri, terlihat pemilik kebun sedang sibuk membersihkan kebunnya.
Selama dalam perjalanan tidak perlu takut akan kepanasan. Meskipun demikian peluh tetap membasahi sekujur tubuh.
Pasalnya, jalan setapak yang tersedia tentu tidak seindah jalan aspal hotmix di kota. Jalan setepak itu justru butuh kehati-hatian dalam menancapkan kaki saat memasuki hutan belantara.
Lelah, peluh yang membasahi tubuh terasa kering tatkala melihat keindahan alam yang masih perawan. Pepohonan yang masih hijau dan rimbun menutupi panasnya mentari sepanjang jalan menuju pantai Langee.
Namun, yang paling melelahkan tatkala harus mendaki bukit yang super terjal.
Bergetar rasanya lutut, berat melangkah kaki, peluh terus membasahi tubuh. Baju bak sedang hujan mengguyur kencang. Semua terdiam sambil mengatur nafas masing-masing. Ngus-ngusan nafas terdengar bak orang tidur sedang ngorok.
Tongkat kayu pun diambil sebagai alat penopang badan.
Seakan-akan langkah sangat terasa berat saat diayun. Mendaki gunung saat lelah saat kembali pulang, karena mau pergi bukit yang kita lalui lebih banyak menurun. Namun, waktu kembali sungguh menyiksa saat bertemu bukit dengan kemiringan mencapai 70 derajat dengan jarak 300 meter.
Selama itu pula harus terus mendaki. Tidak sedikit dari rombongan waktu kembali harus duduk istirahat untuk mengambil nafas kembali. Perjuangan mendaki itu memang tidak mudah, selain harus mengatur nafas yang teratur, kehati-hatian juga sangat dibutuhkan. Karena jalan setepak yang kecil dengan jurang yang curam disamping, tentunya waspada harus diutamakan.
Meskipun demikian hilang kepenatan tatkala deruan ombak terdengar sayup-sayup dari kejauhan. Lain lagi kicauan burung terdengar merdu, gesekan dedaunan dihempas angin menambah kenikmatan tersendiri berada ditengah-tengah hutan belantara.
Cahaya matahari meyusup diantara pepohonan memiliki keindahan tersendiri bak lampu disko sedang kedap-kedip.
Sepanjang jalan ada timbul pertanyaan dalam benakku. Kenapa ditengah-tengah hutan belantara ada gubuk-gubuk bak istana ditengah-tengah hutan. Gubuk-gubuk tersebut terlihat masih berdiri kokoh. Meskipun dinding dan atap sudah dimakan usia karena tidak terurus.
Rasa penasaran itu pun terjawab tatkala pemandu warga setempat menjelaskan bahwa hutan belantara ini dulunya merupakan kebun cengkeh.
Namun Aceh dilanda konflik berkepanjangan, warga meninggalkan kebun cengkeh karena tidak berani ke kebun akibat sering terjadi kontak senjata. Sehingga kebun cengkeh itu berubah menjadi hutan belantara karena tidak terawat.
“Ini kebun cengkeh dulu, karena konflik jadi terbengkalai,” kata Pemandu jalan, Yusriadi warga setempat.
Setelah menempuh perjalanan 1 jam dengan berjalan kaki. Rombongan ekpedisi dalam rangka Soft Launching Aceh Adventure grup ketiga pun sampai ke lokasi tujuan.
Sebelumnya ada 2 gelombang sudah terlebih dahulu sampai di pantai Langee itu dalam agenda yang sama. Dalam rombongan pertama seorang fotografer senior Aceh Abu Khaidir juga ikut memeriahkan Soft Launching Aceh Adventure.
Kami pun yang datang paling akhir disamput riuh oleh beberapa anggota ekpedisi yang terlebih dahulu tiba.
Ada sekitar 31 orang total peserta acara tersebut yang diprakarsai oleh Faisal Amin Usman. Faisal Amin Usman selaku inisiator berdirinya komunitas bisnis Aceh Adventure. Ikut juga Muhammad Furqan fotografer senior The Globe Journal dan beberapa teman lainnya yang juga ikut memeriahkan acara tersebut.
Lelah, letih, peluh membasahi sekujur tubuh terobati tatkala sampai ketujuan. Pantai Langee, itulah nama tempat itu disebut.
Hamparan pasir putih, yang ketika disinari mentari seakan berubah pink, yang indah bak permadani yang dibentangkan di pinggir pantai. Ditambah perpaduan pepohonan yang hijau, rumput ilalang yang masih sangat segar. Membuat pandangan begitu segar, sehingga penat menempuh perjalanan tadi hilang seketika.
Langee, sangat cocok sebagai tempat menghabiskan akhir minggu bersama keluarga maupun teman. Khususnya untuk menghabiskan waktu mencari inspirasi baru.
Bagi fotografer, yang hobi mancing, peminat burung hutan yang langka, termasuk bagi yang ingin melepaskan penat setelah bekerja satu seminggu penuh.
Pantai Langee memang sangat cocok lokasinya untuk menyalurkan hobi masing-masing.
Ada banyak potensi yang disediakan oleh alam, kita hanya tinggal menikmatinya saja.
“Luar biasa indahnya,” kata Faisal Amin inisiator dan pendiri Aceh Adventure.
Ada hal yang menarik lainnya. Bila Anda datang ke pantai Langee, tidak perlu membawa ikan. Cukup bawa bumbu masak dan beras.
Sedangkan ikan sudah tersedia di sebuah kolam yang juga berada di pantai Langee.
Kolam tersebut memiliki banyak jenis ikan, terutama udang yang bisa ditangkap dan dimasak sesuai dengan selera masing-masing.
Namun jangan lupa membawa alat penangkapnya, tentunya seperti jaring atau jala.
Bila tidak, Anda juda tidak bisa mendapatkan udang atau ikan yang tersedia di kolam tersebut.
Selamat mencoba!
Theglobejournal.com