Belanga yang dijemur di bawah terik matahari. |
Di beritakan the globe journal, ratusan gerabah berbentuk belanga, priuk, dan peralatan dapur lainnya tersusun rapi. Dijemur di bawah terik matahari untuk mendapatkan hasil yang lebih baik sebelum dibakar bara api.
"Membuat belanga dari tanah liat telah turun temurun kami lakoni. Saya sudah dari kecil membuat belanga, dan itu ibu saya yang ajari dulu," kata Nurlina sambil melanjutkan pekerjaannya.
Sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan tersebut paling mungkin dilakukan Nurlina di tengah-tengah kewajiban lainnya. Lagi pula baginya, membuat gerabah merupakan pekerjaan yang mudah. Hal itu didukung pula oleh ketersediaan bahan baku berupa tanah liat dengan kualitas yang bagus.
"Tanah liat kami ambil di Gle Juruet, dan pasir sungai tinggal ambil di Sungai sepanjang Garot," ujarnya.
Lumrahnya, Nurlina dan ibu-ibu setempat butuh waktu 3-4 hari untuk menyediakan gerabah dalam jumlah tertentu. Setidak-tidaknya jelas ibu paruh baya ini, dirinya mampu memproduksi 70-80 gerabah dalam berbagai bentuk selama rentang waktu itu.
Meski tak tinggi, permintaan gerabah di wilayah Pidie terbilang cukup bagi Nurlina dan ibu rumah tangga lainnya di Desa Pu'uk. Karena itu pula sampai saat ini, produksi gerabah masih dilakukan meskipun masih menggunakan cara-cara tradisional.
" Saya jual ke muge yang ada di Gampong dengan harga Rp 1500-Rp 4000," sambung Rohani (65), yang se-profesi dengan Nurlina.
(theglobejournal)