Nuansa Timur Tengah di Masjid Agung Al Makmur Banda Aceh

Masjid Agung Lampriet, Banda Aceh.


Nangroe Aceh Darussalam, propinsi bergelar Serambi Mekah ini memang memiliki sejumlah masjid masjid indah, syarat sejarah bahkan beberapa diantaranya digelari sebagai masjid ajaib karena mampu selamat dari terjangan bencana tsunami yang teramat dasyat di penghujung tahun 2004 yang lalu. Beberapa diantaranya sudah di ulas dalam posting posting terdahulu termasuk Masjid Raya Baiturrahman BandaAcehMasjid Baiturrahim Ulee Lheue, dan Masjid Rahmatullah Lampu’uk diLhoknga. Namun dari sekian banyak masjid yang tetap kokoh berdiri tersebut, Masjid Agung Lampriet merupakan salah satu masjid yang mengalami kerusakan parah akibat gempa dan tsunami 26 Desember 2004 tersebut.

Masjid Agung Lampriet awal mulanya sudah dibangun secara bertahap sedikit demi sedikit oleh masyarakat muslim setempat sejak tahun 1979 dengan nama Masjid Baitul Makmur dengan status sebagai Masjid Agung bagi kota Banda Aceh. Ketika gempa disusul oleh gelombang tsunami menghantam Aceh, Nias dan kawasan Samudera Hindia lainnya, mengakibatkan kerusakan parah pada bangunan masjid ini. Pemerintah Kesultanan Oman yang kemudian memberikan dana bantuan untuk membangun kembali masjid tersebut sebagai sebuah masjid Agung nan megah berarsitektur Timur Tengah seperti yang kita kenal saat ini.

Masjid Agung Al-Makmur Lampriet, Banda Aceh diwaktu malam dari sudut yang sama dengan foto pertama (foto dari tatapannegeri.blogspot.com)
Proses pembangunannya dimulai tahun 2006 dan diresmikan tahun 2008. Sempat mengemuka untuk menamakan masjid agung ini dengan nama Masjid Agung Al-Makmur Sultan Kabus, diambil dari nama Sultan Qaboos, Sultan Oman. Namun justru Sultan Oman yang kemudian mengatakan bahwa beliau tulus ikhlas lillahita’ala membantu muslim Aceh dan tidak perlu menyangkutpautkan bantuan tersebut dengan namanya. Sekedar catatan, nama Sultan Qaboos sudah di abadikan sebagai nama Masjid Nasional Oman dengan nama Masjid Agung Sultan Qaboos Muscat.

Lokasi dan Alamat Masjid Al-Makmur Lampriet

Masjid Agung Al-Makmur Lampriet
Jl. Taman Ratu Syafaruddin / Muhammad Daud Beureuh
Lampriet, Banda Aceh 24452
Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia
Koordinat Geografi : 5° 34' 2.46" N  95° 20' 18.56" E

Masjid Agung Al-Makmur Lampriet berada di pertigaan jalan Jl. Taman Ratu Syafaruddin / Muhammad Daud Beureuh, berseberangan dengan taman Ratu Safiatuddin di kota Banda Aceh. Dari kejauhan masjid ini sudah terlihat kemegahannya. Aroma Timur Tengah memang sangat kental pada bangunan masjid satu ini. lengkap dengan kubah besar dan menara kembar-nya. Keseluruhan proses rancangan, pembangunan dan pendanaannya ditangani langsung oleh pemerintah Oman.


Lihat Masjid Agung Al-Makmur Lampriet di peta yang lebih besar

Sejarah Masjid Agung Lampriet

Mesjid Al Makmur Lampriet merupakan salah satu dari sekian mesjid di Kota Banda Aceh. Mesjid itu sudah didirikan pada 1979 oleh masyarakat setempat secara swadaya sedikit demi sedikit dengan status sebagai masjid Agung bagi Kota Banda Aceh. Dulu kawasan Lampriet merupakan komplek pegawai pemerintahan yang sempat diduduki oleh penjajah Belanda dan dijadikan tanah erpah. Ketika gempa dan tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004, kondisi mesjid tersebut runtuh dan rusak total. Sejumlah orang berpendapat mesjid itu tidak layak lagi digunakan.

Menurut Muhammad Razali, Imam besar Mesjid Agung Lampriet, Proses pembangunan mesjid itu dimulai pada tahun 1979 dengan peletakan batu pertama oleh Prof A Madjid Ibrahim. Awalnya diberi nama Masjid Baitul Makmur oleh tengku H Abdullah Ujong Rimba yang saat itu adalah imam besar mesjid ini sekaligus sebagai Ketua MUI masa itu. Nama masjid ini kemudian diganti lagi menjadi Masjid Al-Makmur.

bentuk asli bangunan Masjid Agung Al-Makmur Lampriet sebelum rusak parah sebelum tsunami, kualitas fotonya rendah tapi cukup memberikan gambaran bentuk awal masjid ini (foto dari muslimusa.multiply.com)
Digantinya nama masjid ini dari 'Baitul Makmur' Menjadi Al-Makmur, salah satunya adalah  karena Baitul Makmur itu artinya 'Arasy Allah' yang berada di aras. Baitul Makmur hanya ada di aras, sedangkan di dunia ini tidak ada. Itu sebabnya kemudian disepakati diubah namanya menjadi Al Makmur. Pergantian nama ini dilakukan pada tahun 1980-an, sesudah mesjid berdiri.

Utusan Pemerintah Oman yang datang ke Aceh kala itu sempat menyeleksi apakah akan membangun mesjid Lamprit atau Mesjid Lamgugop. Dengan berbagai pertimbangan, salah satunya karena masjid ini dekat dan strategis, Pemerintah Kesultanan Oman kemudian membangun mesjid ini. Proses pembangunan mesjid itu dimulai 2006 dan selesai keseluruhan tahun 2008.

Mesjid Al-Makmur Lampriet Banda Aceh terlihat megah setelah proses rekontruksi yang dibiayai oleh Kesultanan Oman. Persiapannya pun dilakukan secepatnya guna menyambut Idul Fitri 1428 H. Foto dari hinamagazine.com
Setelah proses pembangunan selesai sempat muncul gagasan untuk menamai bangunan baru Masjid Agung Banda Aceh ini dengan Mesjid Agung Almakmur Sultan Kabus. Diambil dari nama Sultan Oman, Sultan Qaboos, Namun sultan Qaboos sendiri kemudian menyatakan pemberian ini adalah ihklas dan tidak perlu dihunghubungkan dengan namanya. Karenanya kemudian masjid ini resmi bernama Masjid Agung Al-Makmur. Namun demikian kebanyakan orang sudah terlanjur menyebut masjid Agung ini sebagai Masjid Oman.

Bantuan Kesultanan Oman

Oman merupakan negara Islam di Timur Tengah yang pertama kali datang membantu Aceh setelah sebagian besar wilayah pesisir pantai hancur diterjang bencana alam tsunami 26 Desember 2004. Direktur Eksekutif Oman Charity, Ali Ibrahim Al Raisi, langsung datang sendiri ke Aceh seminggu paska tsunami untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri dahsyatnya musibah tersebut. Beliau berada di Aceh selama 45 hari dan ketika kembali ke negaranya ia langsung melaporkan kepada Sultan Oman apa saja bantuan yang perlu segera disalurkan.

Ekterior Masjid Agung Al-Makmur, Lampriet, Banda Aceh
Ali Ibrahim Al Raisi  mengatakan bahwa “Kami tersanjung karena Oman adalah negara Arab pertama yang datang seminggu setelah tsunami. Kami membawa bantuan tanggap darurat ke Banda Aceh dan Meulaboh”. Oman dan Aceh memang memiliki hubungan emosional yang sangat erat baik dari sejarah maupun perdagangan yang mengawali masuknya peradaban Islam di provinsi ujung barat Sumatera ini. masih menurut Ali Ibrahim, kesamaan lainnya yaitu nama ibukota Oman, Muscat menjadi nama salah satu makanan tradisional Aceh yang masih digemari hingga kini. “Meuseukat” merupakan bukti adanya hubungan erat dan membanggakan.

Masjid Agung Al Makmur dibangun atas dana bantuan dari Kesultanan Oman dengan menghabiskan dana sekitar Rp17 miliar rupiah, sebagai bagian dari paket bantuan kesultanan Oman untuk rakyat Aceh. Bantuan dari kesultanan Oman sudah mengalir ke Aceh sejak masa tanggap darurat dan ditangani langsung oleh Ali Ibrahim Al Raisi, semasa tanggap darurat, Oman mengirimkan bahan makanan dan kebutuhan lainnya sebanyak 60 ton ke Banda Aceh dan Meulaboh. Menyusul kemudian puluhan unit ambulan dan dilanjutkan dengan bantuan tahap kedua di masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh berupa bantuan perumahan berupa 150 rumah di Montasik yang disebut Oman Vilage, gedung sekolah serta masjid.

Ekterior Masjid Al-Makmur Lampriet, Banda Aceh
Kesultanan Oman juga berkomitmen membantu 500 anak yatim di Provinsi Aceh selama sepuluh tahun paska bencana yang merupakan bagian dari proyek bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi. Tiga tahun sebelum nya Oman juga sudah membantu memberikan beasiswa pendidikan kepada santri pesantren di Aceh dan bantuan tersebut akan berlanjut hingga 15 tahun.

Peresmian Masjid Agung Lampriet

19 Mei 2009 Masjid Agung Al-Makmur, Lampriet diresmikan penggunaannya. Hadir dalam upacara peresmian tersebut Ali Ibrahim Al Raisy, Direktur Eksekutif Oman Charitible Organitation mewakili pemerintahan Kesultanan Oman. Dalam pidatonya beliau menyatakan pemerintah dan masyarakat Oman sangat gembira bisa membantu masyarakat Aceh setelah dilanda tsunami. “Sultan Oman mengucapkan selamat atas proses pembangunan kembali Aceh usai bencana,” ujarnya. Pembangunan masjid ini menghabiskan dana sebesar 1,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 17 miliar Rupiah yang seluruhnya bantuan Kesultanan Oman.

Interior Masjid Agung Al-Makmur Lampriet, Banda Aceh
Turut hadir dalam upacara peresmian tersebut Wakil Gubernur Muhammad Nazar, Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin dan Kepala Perwakilan Oman di Indonesia Hussain Ali Taher Musqaibal. Wali Kota Mawardy Nurdin mengatakan, Provinsi Aceh memiliki Masjid Raya Baiturrahman sebagai kebanggaan, sedangkan Masjid Agung Al Makmur ini menjadi kebanggaan Kota Banda Aceh. Walikota mengharapkan kehadiran masjid akan semakin mempererat tali persaudaraan antara Aceh dan Oman yang sudah sejak lama terjalin, serta mengharapkan kepada warga Kota Banda Aceh untuk memakmurkan masjid ini agar sesuai namanya. Selain membangun Masjid Agung Al-Makmur Oman Charity juga membangun

Aktivitas Masjid Agung Al-Makmur Lampriet

Menurut Imam masjid Agung Lampriet, tingkan ummat muslim yang beribadah di sini, tergolong rame, lantaran tempatnya strategis buat disinggahi oleh orang yang lewat,Saat magrib di hari biasa bukan di bulan puasa (Ramadhan), jemaah yang hadir sampai enam saf. Dalam sekali magrib, jemaah yang beribadah di mesjid itu mencapai 500 orang, laki dan perempuan. Jemaah menyusut waktu subuh paling banyak hanya satu setengah Saf. Namun, di waktu jumat jemaahnya memenuhi mesjid ini. Di hari Jumat terkadang mesjid itu tidak mampu menampung seluruh jemaah.

Jema'ah di Masjid Agung Al-Makmur, Lampriet, Banda Aceh
Sebagai masjid Agung, Masjid Agung Lampriet ini menjadi tempat dilaksanakannya acara acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh maupun Pemerintah Propinsi NAD bersama Masjid Raya Baiturrahman. Termasuk acara Pekan Budaya Aceh hingga proses seleksi bagi para calon walikota Banda Aceh yang di uji kemampuan mereka membaca Al-Qur’an juga diselenggarakan di Masjid Agung Lampriet ini. Seperti yang dilaksanakan saat Banda Aceh akan memiliki Empat pasangan bakal calon wali kota/wakil wali kota Banda Aceh periode 2012-2017, semua bakal calon mengikuti uji kemampuan baca Al Quran pada tanggal 16 Oktober 2011 lalu.

Empat pasangan yang mengikuti uji mampu baca Al-quran itu yakni T Irwan Johan/Tgk Alamsyah, Aminullah Usman/Tgk Muhibban, Zulmaifikar/Lindawati dan Mawardy Nurdin/Illiza Sa’aduddin Djamal. Mereka dinilai oleh tim dari Lembaga Pembinaan Tilawatil Quran (LPTQ). Sangat menarik, karena sepertinya baru di Aceh yang menjadikan kemampuan membaca Al-Qur’an sebagai salah satu kriteria bagi calon pemimpin nya.

Acara lain yang tak kalah menarik dan cukup unik diselenggarakan di masjid Agung Lampriet ini bersama dengan masjid masjid besar di Aceh termasuk di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, adalah penyelenggaraan zikir yang dilaksanakan di malam pergantian tahun, seperti yang diselenggarakan pada malam pergantian tahun 2011-2012 lalu. Zikir dan muhasabah yang digelar di Masjid Al Makmur Lampriet tersebut diakhiri dengan melaksanakan shalat malam. 

Sumber : bujangmasjid.blogspot.com