KRUENG Sikuleh memang bukan sungai biasa. Sungai yang bermuara ke Teunom, Aceh Jaya ini bukan sungai yang gampang diarungi, termasuk oleh para pencinta alam sekalipun. Jeramnya ganas, karakternya juga berbeda dengan sungai-sungai biasa yang sering kita temui.
Sungai yang masuk ke kawasan hutan Ulu Masen ini dipenuhi dengan bebatuan gunung yang besar. Dan licin tentunya. Di sekitar sungai masih terdapat banyak hewan buas seperti harimau dan beruang. Sungai ini juga menjadi tempat bagi kawanan gajah untuk mandi.
Belum lagi dengan keanekaragaman pesona hayati di sekelilingnya. Tak heran jika di kalangan pencinta alam, khususnya yang sering melakukan arung jeram, krueng Sekuleh yang terletak di Kabupaten Pidie ini dikategorikan sebagai sungai “perawan”.
Karena status “perawan”nya itulah tak sedikit para pecinta olahraga arung jeram yang melirik kawasan sungai ini. Mereka tertantang untuk memacu adrenalin kala melewati lekuk-lekuk sungai yang dipenuhi batu-batu besar dan air yang deras.
Salah satu komunitas arung jeram yang tak bisa menahan diri untuk menyusuri sungai ini adalah Wanadri, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaku Gunung dari Bandung, Jawa Barat. Ditemani anggota Mapala Leuser Unsyiah mereka pun mulai menguak eksotisme alam Sikuleh yang menjadi surga para rafter ini.
Gilang G Utama, salah satu anggota Wanadri kepada The Atjeh Post mengatakan bahwa mereka akan melakukan ekspedisi Seukuleh selama 14 hari. Awalnya, tim ini hanya merencanakan 11 hari saja.
“Karena kita harus menempuh perjalanan dalam hutan belantara selama tiga hari untuk sampai ke titik awal sungai Sekuleh,” kata Gilang, Minggu, 3 Juni 2012.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan di hutan, tim harus memulihkan diri (recovery) dahulu sebelum melakukan aktivitas rafting. Wajar saja, sebab olahraga rafting membutuhkan ketahanan fisik yang prima.
Untuk mencapai titik awal ekspedisi, tim juga melibatkan sekitar 13 orang penduduk setempat. Mereka akan membantu tim untuk menyuplai peralatan yang dibutuhkan tim ekspedisi.
Gilang merupakan ketua tim operasi ekspedisi arus deras Seukuleh, dalam ekspedisi ini tim dibagi menjadi dua bagian. Yaitu tim pengarungan dan tim penjelajah gunung hutan yang akan bertindak sebagai tim evakuasi jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh tim pengarungan.
Pengarungan pertama, kata Gilang, tim mentargetkan menempuh rute hingga 11 kilometer di kawasan Alue Duek. Pada hari beritukutnya mereka mentargetkan akan berada pada posisi kilometer 35 di bawah kaki gunung Meundalat dan Alue Sarah Panah.
Di Alue Sarah Panah tim sudah memasuki kawasan kilometer 55 dan di sana tim akan beristirahat selama satu hari untuk memulihkan energi.
Namun, menurut prediksi Gilang, pada hari ke sembilan mereka akan menemui sedikit kesulitas. Mengingat jeram di area tersebut sulit dilewati dan sangat berbahaya.
“Selain itu juga sangat beresiko, jeramnya berada di kawasan koordinat 950 57’ 17” Bujur Timura dan 450 46’ 51” Lintang Utara dengan area jeram 750 meter,” kata Gilang.
Rute tersebut, menurutnya satu-satunya jalan Lining (melipir sungai) dan portaging (angkat perahu dan beban) dan salah satu kesulitas saat mengarungi sungai-sungai baru.
Dan sebelum memasuki kawasan Teunom, perjalanan mereka bisa saja terkendala oleh karakter sungai yangt berbeda-beda. Panjang sungai yang mereka susuri dalam ekspedisi Sekuleh ini lebih kurang sepanjang 98 kilometer. Titik awal keberangkatan dari Tangse, Pidie dan berakhir di desa Sarah Raya Aceh Jaya.
“Memang akan banyak kesulitan, tapi persiapan kami matang, dan semoga sesuai dengan rencana,” tutur Gilang. | iklilnews.blogspot.com