Tahu Goreng yang tak Punya Cabang


Tahu goreng Pagar Air!!  Begitu komunitas penggemar menyebut warung milik Imron di lintasan Banda Aceh – Lambaro, persisnya di kilometer 6,5 itu berada. Warung di kerimbunan pohon waru,  dan berseberangan dengan tanggul Krueng Aceh, tampilannya  tidak ngejreng hingga sering mengecoh penggemarnya yang  ingin menyambanginya kembali.
“Terlalu sederhana. Tak sepadan dengan  rasa enak yang dimilikinya,” ujar Basuki Raharja, petualang kuliner nusantara asal Bandung, ketika empat bulan lalu, kala berkunjung ke Banda Aceh, minta dibawakan ke warung tahu goreng Pagar Air  yang ditandai dengan sebaris kalimat  berbau promosi di bagian bawah papan mereknya, “Tidak Buka Cabang.”
Sehari sebelumnya, Basuki yang menetap di Dago, Bandung, itu memberitahu kami untuk dijemput ke bandara sembari menitipkan permintaan,”tolong bawa saya ke tahu goreng pinggir jalan menuju Banda Aceh ya!”  Ia hanya mengidentifikasikan tahu goreng dengan rasa cuka dan saya langsung menangkap maksudnya sekaligus mengiyakan permintaannya.
Basuki, pria yang memiliki daftar panjang kuliner tahu goreng seantero nusantara itu, usai mencecahkan lidahnya ke sendok kuah tahu goreng Pagar Air, ketika kami singgah dikesempatan pertama dalam perjalanan Blang Bintang-Banda Aceh,  langsung ber-nyam..nyam..”  dan mendecap, ”bukan main.”
Mengerdipkan mata dan mendelik ke arah Pak Imron, sang pemilik, di meja kasir, Basuki mencerocos, ada bauran rasa cuka, gilingan kacang tanah, kecap, cabe aceh dan manisnya gula aren yang menjalarkan uapnya ke langit-langit.
Rahasia nikmatnya bumbu tahu goreng Pagar Air, menurut bisik seorang teman yang pernah mencari tahu rahasia dapur Pak Imron terletak pada racikan gula pasir, gula merah dan cuka yang dicampur dengan sangat teliti hingga menjadi air. Ukurannya harus pas dan yang ditonjolkan adalah kekuatan rasa dan wangi cuka.
Presentasi rasa yang bisa dinikmati ketika mencicipi tahu goreng Pagar Air terletak pada bumbunya yang menggeser pakem kuliner Aceh secara ekstrim. Tidak ada bau alia atau serai atau juga rempah-rempah lainnya. “Ini bumbu netral dan bisa dikudap oleh komunitas mana pun,” kata Pak Imron menjelaskan.
Basuki menganggukkan kepalanya pertanda sependapat dengan Pak Imron. “Saya merasakan sensasi yang lain dari kuliner Aceh,” kata Basuki yang memberi tanda jempol kepada pemiliknya.
Rasa cuka yang sangat khas keasamannya dan  membuat pria yang memasuki usia baya itu minta testimoni kepada Pak Imron apa merek dan diproduksi di mana. Pak Imron tergelak dan mendatangi meja kami dan berbisik, yang dijawab Basuki dengan,”oke.. oke.”
Rahasia, katanya mengernyitkan dahi ke arah kami tanpa didahului pertanyaan. Dan sambil melengos, dengan sikap yang tak kalah cueknya, kami membuka isi bisikan Pak Imron itu dengan nada anteng, ”cuka belanda.” Basuki tergelak, terbatuk  dan berkata dengan nada suara ngaaa…ngaauu…ketika suapan terakhir tahu gorengnya masuk rongga mulutnya.
Tahu goreng Pagar Air memang sangat khas dan ia telah melewati usia lebih dari 25 tahun,  Dan Basuki sendiri diberitahu keberadaan makanan ini oleh seorang rekannya anggota Bandung Heritage. “Saya jadi panasaran. Dan hari ini bisa ketemu,” katanya dengan senyum ngakak.
Menurut Basuki, di kamusnya tahu goreng Pagar Air  bisa disejajarkan dengan tahu goreng di sebuah sudut kota Martapura, ketika ia berkunjung ke sana dua tahun lalu. “Ya, pasti beda lah  rasanya. Di sana tidak pakai cuka,” katanya dengan mimik sangat  serius.
Tidak hanya Basuki, si “Mak Nyuss” Bondan Winarno juga pernah mengagumi tahu goreng ini ketika beberapa tahun lalu singgah ke Banda Aceh. Pengasuh rubrik kuliner di Kompas.Com dan program kuliner nusantara di Trans TV itu pernah memuji bauran taste pada kuah tahu goreng Pagar Air.
Bondan mengatakan, ada aroma cuka yang sangat kuat yang diikuti rasa pedas, manis gula aren serta kecap yang sudah diserap keasaman cuka.”Mak Nyuss.. lah,” kata Bondan.
Bukan Hanya Basuki, Bondan dan pendatang lainnya yang bisa menikmati rasa kudapan tahu goreng Pagar Air. Sosialita Aceh juga menjadi pelanggan tetap tahu goreng yang sayurannya terdiri dari potongan tahu, kentang, tauge, salada dan dtaburi bawang goreng yang menambah wanginya.
Kalau ingin membuktikannya datang saja menjelang jam 12.00 WIB. Di sana kita akan berbaur dengan keluarga terhormat di Banda Aceh atau rombongan arisan nyonya pejabat ataupun pengunjung yang baru turun dari pesawat udara yang datang dari luar kota. Mereka bercuap-cuap dengan gaya dan tingkah yang sangat elitis sembari menikmati tahu goreng racikan Pak Imron.
Jam praktek warung tahu goreng Pagar Air dimulai pukul 10.00 WIB dan tutup menjelang maghrib.
Tahu goreng ini, seperti dikatakan dr. Burhanuddin, bekas Kakanwil Kesehatan Aceh, ketika kami sama-sama mengudapnya,  pekan lalu, “sangat menggoda selera dan bikin kita ketagihan. Pak Bur, begitu lelaki sepuh itu disapa, punya segepok  kisah dengan tahu goreng itu sepanjang menjadi pelanggan hampir tiga dekade.
“Saya selalu  memaksa setiap tamu dinas dan pribadi untuk singgah  mencicipinya. Mereka, usai menikmati melontarkan kata-kata, memang enak. Dan seharusnya saya dibayar untuk promosi gratis ini,” ujar Pak Bur mengerling Imron sang pemilik warung tergelak ringan.
Untuk ukuran harga tahu goreng Pagar Air tidak terlalu mahal. Dengan ukuran standar kita hanya merogoh kocek Rp 12 ribu untuk satu piring yang di timbuni sayur hingga penuh. Menurut Imron, yang  memulai usaha dari sebuah pondok rewot, ia telah memindahtangankan usahanya kepada anak-anaknya. “Saya hanya hanya datang untuk mengontrol dan mereka sudah hafal a b c d-nya bumbu dan racikannya,” kata lelaki baya yang ketika kami berkunjung mengatakan kurang sehat. [nuga.co]