Keanekaragaman kuliner khas di Indonesia banyak di acungkan jempol oleh banyak orang dari berbagai negara, ada banyak hal yang dapat membuat mereka tertarik dengan wisata kuliner di Indonesia. Sebagai salah satu contohnya ialah sambal teri asam sunti, memang pada hakikatnya sambal memiliki rasa pedas yang khas dari setiap wilayah dimana sambal itu berasal begitu juga dengan sambal ini, selain memiliki rasa pedas yang khas dan sesuai dengan iklim tropis Aceh, sambal ini memiliki rasa asam yang sangat khas dari asam sunti itu sendiri.
Bahkan menurut salah seorang tenaga pengajar tata boga di salah satu sekolah menengah kejuruan diAceh dan beliau berasal dari luar Aceh tidak dapat mengidentifikasi jenis asam apa yang digunakan pada sambal teri asam sunti ini. Beliau mengatakan “Saya sangat ragu untuk mengatakan bahwa rasa asam dari sambal tersebut berasal dari asam kandis atapun asam jawa, karena jika dicicipi dengan lebih tajam ada rasa asam alami yang telah mengalami proses alamiah serta ada rasa asin disela-sela rasa asam tersebut.”
Asam sunti merupakan salah satu bumbu masak khas Aceh yang tidak termasuk dalam kategori rempah-rempah. Bahkan asam sunti ini bukan bumbu masakan yang diincar oleh bangsa Eropa dalam mencapai kejayaannya (kejayaan merupakan point ketiga dari tujuan mereka ke indonesia selain dari kekayaan/gold, glory/kejayaan dan gospel/penyebaran agama).
Asam sunti sangat sering di padukan dengan rempah lain dalam satu masakan Aceh. Menurut masyarakat Aceh asam sunti merupakan sebuah petunjuk dari Allah SWT kepada para Ẻndatu (sebutan untuk nenek moyang orang Aceh.red) untuk memanfaatkan dengan sebaik mungkin buah dari pohon belimbing yang berbuah di sepanjang musim agar tidak terbuang sia-sia atau mubazir. Belimbing yang sudah di keringkan ini dapat disimpan dalam waktu sangat lama, ini di karenakan kadar asam dan garam yang tinggi menjadi faktor penghambat bagi perkembangan jamur dan bakteri pengurai.
Sampai saat ini belum dapat diketahui dari Aceh bagian mana asam sunti ini berasal. Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa asam sunti ini sudah ada sejak dari dulu dan dipakai dalam masakan Aceh bahkan jauh dari masa kerajaan Aceh menjadi kerajaan lima besar di dunia.
Sebenarnya tidak hanya asam sunti saja yang lazim di gunakan dalam masakan khas Acehmelainkan juga ie bồeh silimễng juga ikut ambil andil dalam masakan Aceh, seperti kebanyakan warga Aceh Besar yang memanfaatkan sari pati dari buah belimbing yang di keringkan tersebut. Sari pati tersebut diambil dari rembesan air belimbing yang sedang dijemur pada suatu wadah yang terbuat dari anyaman daun kelapa atau yang sering disebut juga dengan blềut dan di tampung pada pelepah daun pinang atau dikenal dalam bahasa Aceh sitủek. Air belimbing wuluh juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk mengawetkan ikan dan daging. Selain itu, penggunaan air belimbing wuluh ternyata sangat ekonomis, karena mendapatkannya hampir tidak memerlukan biaya sama sekali.
Asam sunti kini tidak hanya terkenal di Aceh, popularitasnya hampir mencakup seluruh wilayah nusantara. Ini karena sudah banyaknya warga Aceh yang sudah menyebar ke seluruh wilayah nusantara, seperti warga Aceh yang tinggal di bagian timur Indonesia yang sering menyebut asam sunti itu merupakan kurma khas Aceh (yang menurut warga kurma adalah buah khas dari kota Mekkah, sedangkan asam sunti buah khas dari kota Serambi Mekkah.red) serta hampir diseluruh pulau Sumatera.
Selain proses pembuatannya sangat mudah, buah belimbing wuluh sangat mudah dijumpai di Indonesia, dengan alasan seperti inilah masyarakat Aceh yang berada di perantauan tetap menggunakan asam suntisebagai bumbu komplementer (namun bagi warga non Aceh asam sunti dianggap bumbu subtitusi dari asam kandis ataupun asam jawa) dalam memasak serta untuk tetap menjaga cita rasa khas pada masakan tradisional asal Aceh, walaupun tetap dengan alasan utama mereka ialah melestarikan apa yang sudah diwariskan, mengingat asam sunti miliknya daerah Aceh secara kultural.
Tidak hanya masyarakat Acehsaja yang sangat cinta dengan buah dari pohon yang bernama latin Averrhoa bilimbi linn ini, bahkan
menurut warga Aceh yang berada di pelosok percaya bahwa seekor gajah pun tidak akan merusak pohon ini dikarenakan tumbuhan yang dapat berbuah diseluruh tubuh batang ini dapat dijadikan obat yang berkhasiat tersendiri bagi gajah serta sebagai tempat berteduh yang nyaman bagi mereka untuk beristirahat sebentar.
menurut warga Aceh yang berada di pelosok percaya bahwa seekor gajah pun tidak akan merusak pohon ini dikarenakan tumbuhan yang dapat berbuah diseluruh tubuh batang ini dapat dijadikan obat yang berkhasiat tersendiri bagi gajah serta sebagai tempat berteduh yang nyaman bagi mereka untuk beristirahat sebentar.
Masyarakat Aceh mewariskan cara pembuatan asam sunti ini melalui anak perempuannya dalam keluarga, anak perempuan dalam keluarga tersebut turun tangan langsung dalam proses pembuatannya bersama sang ibu sedangkan anak laki-laki tahu tentang proses pembuatan asam sunti pada saat pemetikan buah belimbing tersebut melalui cerita sang ayah, meskipun terkadang ada juga anak laki-laki yang ikut juga dalam proses pembuatan asam sunti tersebut. Ini merupakan bukti mutlak bahwa asam sunti merupakan bumbu masak asli asal Tanὄeh Rincὂng. Asam sunti juga dapat memperkental aksen khas dalam berbahasa Aceh yang cukup rumit (Opini lelucon orang Aceh bagi orang yang ingin belajar bahasa Aceh sembari mempromosikan asam sunti tersebut.red)
Sebelum menjadi asam sunti, buah belimbing wuluh telah mengalami proses perendaman selama sehari, hingga buah belimbing tersebut telah berubah warna kekuning-kuningan dan proses pengeringan hingga buah belimbing menyusut hingga 60%-70% dari ukuran buah belimbing segar dan berubah warna menjadi hitam kecoklatan. Sebagai proses finishing pembuatan asam sunti ini adalah penaburan garam dapur hingga merata, proses penaburan ini dilakukan berkali-kali hingga garam benar-benar merata pada asam suntitersebut. Selama proses penjemuran tetap ditambahkan garam agar suasana dan pH asam sunti terjaga keasamannya, sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan asam sunti tersebut dapat disimpan dalam waktu lebih dari satu tahun.
Dalam kondisi lingkungan yang kelembabannya tinggi asam sunti dapat ditumbuhi mikroorganisme, yaitu milesium dan lendir dan dapat tumbuh dengan cepat. Namun, belum ada satu literatur pun yang melaporkan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada asam sunti tersebut.
Asam sunti bukan satu-satunya khazanah kuliner khas asal Aceh. Masih banyak kuliner lain asalAceh yang menyimpan banyak rahasia secara kultural dan menyimpan nilai budaya yang cukup tinggi yang telah di lahirkan oleh para Ẻndatu kita, dan masih terwariskan kepada kita secara turun temurun.
Semoga apa yang sudah diwariskan tidak berhenti di tangan kita, karena dunia masa depan itu adalah warisan anak cucu kita untuk kita saat ini, semoga anak cucu kita kelak masih bisa mengenali budaya, adat, kuliner khas daerahnya secara utuh. Mari kita semua menjaga itu semua karena Rincὂng dan Rapa’ie telah memberi bukti untuk kita bisa menikmati dan berada disini pada hari ini dan hari esok. (Habibi Lageuen/gampongaceh.com)