Untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, tidak melulu dengan cara kekerasan. Masyararat Aceh percaya, sebuah upacara adat akan memberikan kontribusi besar untuk merengangkan situasi yang tegang.
Peusijuek Meulannga adalah salah satu upacara tradisional Aceh yang berfungsi untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Cerminan budaya ini disebut juga tepung tawari. Pada masyarakat Aceh upacara ini dianggap upacara tradisional simbolik dari permohonan keselamatan, ketentraman, kebahagiaan, perestuan dan saling memaafkan.
Upacara dihadiri oleh Tengku (ulama) atau atau orang yang dituakan (Majelis adat) sebagai pemimpin upacara. Hal ini dilakukan karena Peusijuek salah satu unsur tersebut memperoleh keberkatan dan setelah selesai upacara peusijuek adakalanya diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tengku untuk mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT.
Peusijuek Meulangga dilakukan untuk mendamaikan perselisihan/pertengkaran antar warga yang mengakibatkan keluarnya darah. Peusijuk ini biasanya dilakukan di Meunasah dipimpin oleh Geuchik (kepala desa) yang bertindak sebagai wakil dari kedua belah pihak yang bertikai. Ia juga menjadi hakim yang mendamaikan perselisihan tersebut secara adat.
Bagi pihak yang melakukan pelanggaran seperti perkelahian hingga mengeluarkan darah, maka dia diharuskan memberi sejumlah uang kepada pihak yang darahnya keluar. Pemberian uang tersebut disebut sayam. Jumlah uang yang diberikan tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak. | tourismnews.co.id